Monday, September 1, 2008

antara aku, Aceh, dan brambang asem...

ini bukan kali pertama aku puasa jauh dari keluarga yang sekarang aku rindukan, keluarga yang jauh di sana, di seberang lautan. sementara aku? aku sekarang ada di Subulussalam, kota kecil yang sudah pernah aku bilang bermil-mil jauhnya dari Jawa, tanah harapan. dan kali ini adalah ramadlan kedua yang aku jalani jauh dari mereka. rasanya? biasa aja tuh! hehehe, ga dink... jelas bukan sesuau yang enak kalo puasa sendirian menjalani hari yang kadang getir tanpa keluarga di samping kita. sahur bangun sendiri, dengan mata sepet aku melibas hitamnya aspal kota yang mengkilat karena basah, Jupiter ber-plat merah membelah sepinya pagi saat anak-anak seumuranku mungkin masie gondok karena terbangun dari tidurnya karena teriakan ibunya sementara aku di sini di temani dinginnya angin Bukit Barisan yang bertiup menggoyang dedaunan perkebunan sawit dan membuat kulitku merinding. dan di tengah hujan itu aku ahirnya menemukan warung nasi, senangnya... menu sahur pertama: nasi putih, mie goreng, telor dadar, dan es susu. yah, coba aku di Jawa, pasti ada brambang asem, pecel lele, dan tempe goreng. tapi kembali dinginnya angin sadarkan aku kalo aku ada di sini, di Aceh di mana orang ga ada yang bikin brambang asem, jarang ada yang bisa bikin sambel lele, dan lidah orang Aceh kurang bisa merasakan betapa nikmatnya tempe goreng, huh...
kekurang-enakan ramadlan ini bukan cuma pas sahur aja. acara berbuka yang biasanya paling ditunggu, sekarang aku malah ga selera makan. bedug, eh, adzan magrib aku batalin puasa dengan marlboro putih dan beberapa teguk pocari sweat. aku memang masie ngantor waktu itu dan sibuk postin di blog-ku yang di intranet khusus Direktorat Jenderal Pajak dan memang saat itu hujan masie belum puas mengguyur kota tanpa ampun, tanpa toleran, dan tanpa pernah bisa kompromis terhadap aku sekalipun yang waktu itu mau cari bukaan. sekitar jam delapan aku memaksa diri keluar dari persembunyianku di depan kompuer kantor demi memenuhi rasa lapar perutku yang terus menggerogoti dinding lambung. biarlah aku rasakan remintik hujan menampari mukaku sampe pedih, biarlah dingin angin membuat tubuhku menggigil, biarlah... asal aku dapati warung makan. ahirnya akupun makan di warung tempat sahur tadi pagi, dengan menu seadanya, ayam goreng, sambel teri-kacang tanah goreng, es capuccino. ga ada kolak pisang, es buah, sayur sop, rempeyek udang, botok daging kebo, dan brambang asem yang dahsyat yang mungkin cuma bisa aku rasain di Jawa lagi. tapi kapan aku mutasi ke Jawa?

No comments:

Post a Comment